M e n e g a k k a n   K e b e n a r a n

 

Kebenaran tentang Kasus Dana Yanatera Bulog

1. Pengertian

Yanatera (Yayasan Bina Sejahtera) adalah sebuah Yayasan keluarga Bulog yang didirikan tahun 1984 dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan karyawan Bulog. Dana yayasan diperoleh dari iuran anggota, bantuan insidentil dari Bulog dan bantuan pihak lain yang tidak mengikat. Dana itu digunakan untuk pemberian THR karyawan Bulog, beasiswa anak-anak karyawan dan para pensiunan. Dana yayasan diprofitkan, sehingga kekayaan terakhir per 31 Juli 2000 tercatat sebesar Rp 271.462.285.745,20 terdiri atas Saldo Kas dan Bank, Deposito, Piutang Soewondo, Piutang Pihak Ketiga, Penyertaan Modal dan Aktiva Tetap (WB,PY).

Bulog (Badan Urusan Logistik) adalah institusi Pemerintah berbentuk Badan yang bertugas utama menjaga stabilitas harga sembako. Di samping Bulog memiliki anggaran rutin dan anggaran operasional yang tercatat dalam APBN, juga memiliki sejumlah dana yang tidak terpantau oleh APBN, yang biasa disebut Dana Non Budgeter.

2. Kronologi

Tgl 11 Desember 1999

Pertemuan di Istana dihadiri oleh Presiden, Yusuf Kalla, Alwi Shihab dan Ratih

Inisiatif pertemuan datang dari Yusuf Kalla karena dia ingin agar Presiden segera mengisi jabatan Wakabulog. Dan dia meminta bantuan Alwi Shihab untuk mengusahakan terjadinya pertemuan tersebut. Di sini Yusuf Kalla mengusulkan Sapuan untuk mengisi posisi Wakabulog, Alwi Shihab diminta untuk turut mereko-mendasikan, dan akhirnya Presiden menyetujuinya. (YK, ASH, YAL)

  1. Yusuf Kalla melaporkan keberadaan dana non budgeter Bulog dan memohon saran penanganannya. Presiden menyarankan agar tetap seperti itu, dengan kewajiban melaporkan setiap dua bulan kepada Presiden (YK).

  2. Presiden menanyakan apakah dana itu dapat digunakan untuk dana kemanusiaan di Aceh, Yusuf Kalla menjawab dapat digunakan asal Presiden memberikan instruksi tertulis kepadanya (YK).

Tgl 14 Desember 1999

Pertemuan antara Soewondo, Saleh Sofyan dan Mulyono Makmur di kantor AW Air

  1. Pertemuan membahas tentang upaya menyampaikan pemikiran-pemikiran strategis mengenai peran Bulog kepada Presiden. Dalam pertemuan ini Mulyono Makmur menyerahkan curriculum vitae Sapuan kepada Soewondo (SSI, MM, Swd).

  2. Disepakati untuk mendengar secara rinci mengenai pemikiran-pemikiran strategis Bulog dari Sapuan. Disepakati pula pertemuan antara Soewondo dengan Sapuan diadakan sore hari di rumah Soewondo (SSI, MM).

  3. Soewondo sempat mengemukakan soal promosi jabatan Sapuan dan mengatakan bahwa calon Wakabulog ada dua kandidat, yaitu Muhammad Amin dan Sapuan. Setelah menerangkan kedekatannya dengan Presiden, Soewondo lalu menyatakan "Insya Allah" siap membantu Sapuan untuk menjadi Wakabulog (Swd).

Pertemuan "Sore Hari" di Villa Gading rumah Soewondo

  1. Mulyono Makmur dan Saleh Sofyan memperkenalkan Sapuan kepada Soewondo, dan menyatakan bahwa Sapuan adalah kandidat Wakabulog, selanjutnya mereka berdua minta bantuan Soewondo untuk promosi jabatan itu, lalu Soewondo mengatakan "Kalau ada rezekinya kamu dapat, dan baca saja Alam Nasrah" (Swd, MM).

  2. Sapuan menyampaikan pemikiran-pemikiran strategisnya tentang Bulog yang perlu diketahui oleh Presiden, dan Soewondo menawarkan bantuannya untuk menyampaikan pemikiran tersebut kepada Presiden (SP, MM, Swd).

Interaksi Bulan Desember 1999

  1. Semenjak SK Pengangkatan Wakabulog dikeluarkan (17 Desember 1999), Sapuan sering dihubungi Soewondo dan mengatakan bahwa Presiden bermaksud akan menggunakan dana non budgeter bulog untuk dana kemanusiaan di Aceh. Namun Soewondo menyatakan tidak pernah menyebut-nyebut dan mengatasnamakan Aceh. (SP, Swd).

  2. Sapuan menjelaskan bahwa kewenangan pengeluaran dana tersebut berada di Kabulog, dan mempersilakan Soewondo berhubungan langsung dengan Kabulog. Tapi Soewondo tidak mau berhubungan dengan Kabulog, dan terus mendesak hal itu, sehingga pada sekitar 6 Januari 2000 sore hari Sapuan minta kepada Soewondo untuk dipertemukan langsung dengan Presiden dengan maksud mengetes kebenaran permintaan Soewondo tersebut (SP, Swd).

  3. Tanggal 6 Januari 2000 Mulyono Makmur ditelpon Soewondo dan meminta agar memberitahukan kepada Sapuan bahwa akan diterima Presiden besok setelah salat Jum'at. Soewondo juga minta agar Mulyono ikut menghadap Presiden. Demikian pula Saleh Sofyan dihubungi Soewondo agar turut menghadap Presiden bersama Sapuan dan Mulyono (MM,SSI,Swd).

  4. Sekitar awal Januari, Soewondo pernah menyatakan kepada Sapuan bahwa ia perlu meminjam uang untuk usaha pribadinya dan ucapan ini juga didengar oleh Mulyono dan Saleh Sofyan. Bahkan menurut Soewondo, keinginan meminjam uang kepada Sapuan sudah disampaikan sebelum Januari 2000 (Swd).

Tgl. 7 Januari 2000

Pertemuan Presiden dengan Sapuan di Istana

  1. Karena pengaturan keberangkatan dilakukan di rumah Soewondo, maka Sapuan dan Saleh Sofyan dengan satu mobil terlebih dahulu singgah di rumah Soewondo. Demikian pula Mulyono Makmur dengan mobil sendiri. Kemudian bertiga berangkat ke istana menggunakan mobil dinas Sapuan (SP, MM, Swd).

  2. Setiba di Istana, diterima petugas protokol dan dipersilakan menunggu karena Presiden sedang menjalani terapi. Sekitar jam 16.00 Sapuan sendiri dipanggil masuk menemui Presiden, sedang Saleh Sofyan dan Mulyono Makmur tetap menunggu di ruang tunggu (SP, Gdi, SSI, MM).

  3. Pertama kali Presiden bertanya tentang kebijakan yang berkaitan dengan visi dan misi Bulog. Setelah Sapuan menjelaskannya maka Presiden menugaskan Sapuan agar menyusun paper untuk pengalihan industri gula ke luar Jawa. Pembicaraan tentang dana non budgeter adalah inisiatif Sapuan, karena dia ingin melakukan klarifikasi tentang informasi keinginan Presiden menggunakan dana tersebut untuk kepentingan kemanusiaan di Aceh, sebagaimana yang telah sering dia dengar dari Soewondo. Setelah Presiden menanyakan kemungkinan penggunaannya maka Sapuan menjawab bahwa dapat dikeluarkan harus dengan Keppres, dan Presiden tidak bersedia serta tidak memberikan instruksi apapun kepada Sapuan untuk pengeluaran dana tersebut, juga tidak pernah menyatakan bahwa Soewondo adalah orang kepercayaannya untuk menangani hal itu (SP, Gdi).

  4. Setelah Sapuan menyatakan bahwa dana non budgeter tidak dapat dikeluarkan kecuali dengan Keppres dan Presiden tidak bersedia menerbitkan Keppres untuk itu, maka sikap beliau adalah "Bagi saya sudah selesai itu" kata Presiden di JCC (SP, GD, Gdi).

Perjalanan Pulang dari istana sampai rumah Soewondo

  1. Dalam perjalanan pulang, Sapuan menceritakan hasil pertemuannya dengan Presiden kepada Saleh Sofyan dan Mulyono. Di sini Sapuan mengaku menerima telpon dari Soewondo, di samping minta agar mampir di rumahnya juga menanyakan berbagai hal tentang hasil pertemuan dengan Presiden, apakah jadi bertemu, bagaimana kebijaksanaan menyangkut beras, gula dan tentang dana non budgeter. Sapuan menjelaskan seperlunya (SP,SSI,MM,Swd).

  2. Mereka bertiga bertemu dengan Soewondo kembali di rumah Soewondo, dan Sapuan kembali melaporkan hasil pertemuannya dengan Presiden. Di sini Soewondo menyatakan sudah tahu semua pembicaraan dengan Presiden dan beliau tidak setuju dengan pengeluaran Keppres. Dalam pertemuan ini tidak ada hal lain yang dibicarakan antara Sapuan dengan Soewondo (SP,Swd,SSI).

Hubungan Soewondo dengan Presiden

  1. Soewondo mengenal Gus Dur sejak 1986 (Swd), dan dia itu salah satu orang dekat Presiden (ASH); tetapi semenjak beliau menjadi Presiden tidak pernah lagi berkomunikasi langsung, dan jika ingin berkomunikasi maka minta tolong kepada Munif (Swd).

  2. Perkenalan Gus Dur dengan Soewondo didasarkan pada keyakinannya bahwa Soewondo itu orangnya Presiden Soeharto, sehingga dirasa perlu dikenal untuk mendengar informasi dari "dalam". Kalau tidak mendengar informasi dari sana, maka dikhawatirkan dapat "kepentok" (GDi).

  3. Gus Dur sudah lama tidak bertemu dengan Soewondo dan tidak berani berurusan duit dengannya. Lebih jauh beliau menyatakan "...Saya tidak pernah bilang apa-apa. Apa sih untungnya. Kalau orang itu hidupnya saja tidak jelas bagaimana kita mau berani mempercayai dia; .... nanti kita terganggu hal-hal kecil itu; jadi saya jaga betul, soal uang tidak pernah" (GDi).

  4. Ketika mendengar Soewondo menggunakan "jabatan" Asisten Presiden, beliau menolak dan mengatakan "Disini tidak ada Asisten Presiden, yang ada Sekretaris Presiden"(GDi).

Awal Munculnya Kisah Yanatera

  1. Sehabis lebaran, Soewondo mendesak Sapuan untuk segera mencairkan dana, antara lain dengan alasan ada komitmen dengan Presiden. Sampai pada tanggal 11 Januari 2000 sore hari Soewondo minta dicarikan pinjaman Rp 10 miliar dengan alasan atas Perintah Gus Dur, bahwa sangat mendesak untuk keperluan dana kemanusiaan di Aceh dan bahwa pinjaman ini bersifat sementara (SP,Swd).

  2. Tanggal 12 Januari 2000 Sapuan menemui Yusuf Kalla menyampaikan memo yang ditulis dan ditandatangani sendiri, yang isinya meminta pencairan dana non budgeter sebesar Rp 10 miliar yang dikatakan dimemo itu "atas petunjuk Presiden", dengan melampirkan dua lembar cek Bank Bukopin masing-masing tertulis Rp 5 miliar untuk dimintakan tanda tangan Yusuf Kalla sebagai Kepala Bulog. Tapi Yusuf Kalla menolak karena tidak ada surat langsung dari Presiden. Sapuan masih beralasan bahwa nanti tanda terimanya dari Presiden atau Sekretaris Presiden, tetapi Yusuf Kalla tetap menolak dan minta surat dari Presiden terlebih dahulu. Sampai sini maka Sapuan gagal mencairkan dana non budgeter Bulog (SP,YK).

  3. Atas kegagalan ini Sapuan melaporkannya kepada Soewondo, dan kemudian Soewondo mengatakan antara lain "Kalau diijinkan, saya pinjam untuk pribadi saya yang nanti akan saya gunakan untuk membangun rumah kebun". (Swd, SP).

  4. Tanggal 13 Januari 2000 Sapuan sebagai Wakabulog membuat memo kepada Pengurus Yanatera agar mengeluarkan dana sebesar Rp 10 miliar untuk bantuan kegiatan kemanusiaan. Pada hari ini juga dua lembar cek masing-masing berisi Rp 5 miliar diterbitkan oleh Bendahara Yanatera tanpa melalui rapat Pengurus. Selanjutnya Sapuan menyerahkannya sendiri langsung kepada Soewondo dengan disertai tanda terima yang mesti ditandatangani oleh Presiden. Begitu saja Sapuan menyerahkannya tanpa tanda terima dari Soewondo. Tapi menurut Soewondo, uang ini tidak pernah diminta meskipun ia terima (SP,WB,Swd,PY).

  5. Sekitar dua hari kemudian, Soewondo memberitahukan bahwa tidak dapat menyerahkan tanda terima yang musti ditandatangani Presiden tersebut. Seminggu kemudian, Soewondo minta dicairkan pinjaman lagi. Maka pada tanggal 21 Januari 2000 Sapuan sebagai Wakabulog kembali membuat memo kepada Pengurus Yanatera agar mencairkan dana sebesar Rp 25 miliar dalam rangka kelanjutan pinjaman bantuan kegiatan kemanusiaan. Pada hari ini juga Bendahara Yanatera mengeluarkan dua cek bertanggal 20 Januari 2000 yang masing-masing berisi Rp 15 miliar dan Rp 10 miliar, juga tanpa melalui Rapat Pengurus (SP, WB, Swd,PY).

  6. Sapuan mengutus Saleh Sofyan dan dua orang staf Yanatera untuk mengantar dua lembar cek senilai Rp 25 miliar tersebut kepada Soewondo. Setelah cek diterima maka Soewondo menandatangani tanda terima dan kwitansi yang telah dipersiapkan oleh Yanatera dan dibawa serta. Waktu itu belum ada kata "Aspri Presiden" di bawah nama Soewondo. Setelah belakangan Soewondo melihat kata tersebut tercantum di bawah namanya sedemikian rupa mengesankan bahwa itulah jabatannya maka ia mempermasalahkannya. Karena menurut Soewondo, uang tersebut adalah pinjaman pribadi Sapuan kepadanya sebagaimana hal itu pernah dikatakan di rumah Soewondo sendiri (SP, SSI,Swd).

  7. Karena pengeluaran dana Yanatera dalam empat lembar cek bernilai Rp 35 miliar itu semata-mata didasarkan pada memo Sapuan, maka Sapuan juga menandatangani Tanda Terima dari Yanatera sebesar Rp 35 miliar (SP). Dengan demikian terdapat tiga macam tanda penerimaan atas obyek yang sama dan keperluan/peruntukan yang sama. Yaitu tanda Terima yang diteken oleh Soewondo, kwitansi yang diteken oelh Soewondo dan Tanda Terima yang diteken oleh Sapuan. Ketiga-tiganya disebutkan untuk keperluan pinjaman Pemerintah untuk dana Aceh (PY).

Usaha Penyelamatan Pinjaman

  1. Sapuan menjelaskan "Karena merupakan pinjaman, pada bulan Februari saya menagih pinjaman tersebut, Soewondo berjanji akan menyelesaikan tapi minta mundur bulan Maret. Yang saya minta untuk menagih ini adalah Saudara Saleh Sofyan dan Muharto. Kemudian ditagih lagi bulan Maret, dia minta mundur lagi bulan Juli". Selanjutnya ia menyatakan"Saya minta perjanjiannya diwujudkan dengan suatu akad pinjam meminjam jasa, kemudian disertai dengan agunan. Kemudian kepada kepada Yanatera juga saya sampaikan, untuk dikonsepkan perjanjiannya dan diadakan rapat Pengurus. Rapat Pengurus baru bisa dilaksanakan pada bulan Mei karena kesibukan masing-masing untuk bisa ketemu, untuk membahas jangka waktu agunan, jasa bunga, kemudian siapa yang menandatangani". Lebih lanjut Sapuan menjelaskan "Perjanjian ditandatangani bulan Mei, dihitung mundur untuk memperhitungkan jasa atau bunga. Saya minta diselesaikan di Notaris, karena masih perlu waktu diperkirakan pada akhir Mei atau awal Juni. Tetapi pada tanggal 25 Mei saya masuk tahanan Polda Jaya kemudian Soewondo sembunyi...." (SP).

  2. Surat Perjanjian Pengakuan Hutang dengan menyebut tanggal 12 Januari 2000 dibuat dan ditandatangani berdua antara Dr. Ir. Sapuan selaku Ketua Yanatera sebagai Pihak Pertama (Pemiutang) dengan MAA Soewondo selaku wiraswasta sebagai Pihak Kedua atau Peminjam. Obyek hutang piutang adalah uang Rp 35 miliar untuk jangka waktu satu tahun dengan suku bunga 18% per tahun dan jaminan tanah seluas 200 ha SHM di Cianjur (SP,Swd,MM).

  3. Laporan posisi keuangan Yanatera per 31 Juli 2000 mencatat kekuatan keuangan Yanatera total sebesar Rp 271.462.285.745,20 terdiri atas Kas, Rekening Bank Bukopin, Deposito, Piutang pada Pihak Ketiga, Pernyertaan Modal, Aktiva tetap dan Pinjaman Pemerintah RI untuk dana bantuan kemanusiaan Aceh sebesar Rp 35 miliar. Dana terbesar adalah untuk Penyertaan Modal sebesar Rp 124.610.993.700 antara lain penyertaan modal pada Bank Bukopin Rp 64 miliar lebih, PT Sumber Madu Bakri Rp 12,9 miliar lebih, Bank Muamalat Rp 7 miliar lebih dan PT Abdi Bangsa Rp 11 miliar lebih (WB,PY,copy laporan).

  4. Rapat Pengurus Yanatera dengan Kabulog tanggal 8 Agustus 2000 mencatat tentang kasus dana Rp 35 miliar, bahwa telah ada pengembalian dana sebesar Rp 15 miliar, penerimaan bunga sebesar Rp 1.575.000.000 dan setoran lainnya sebesar Rp 123.984.456 (WB,PY,copy catatan rapat).

  5. Hasil pemeriksaan BPKRI yang dituangkan dalam suratnya nomer 120/S/I/11/2000 antara lain dinyatakan bahwa sampai 30 Juni 2000 terdapat piutang pokok Yanatera pada sejumlah badan Usaha dan Pihak Ketiga, termasuk piutang atas nama Sdr. Soewondo senilai Rp 35 miliar.

Penyaluran Dana Pinjaman Soewondo

  1. Cek Rp 5 miliar diberikan kepada Leo Purnomo sebagai anak buahnya yang memegang keuangan di AW Air (Swd) Cek Rp 5 miliar diberikan kepada Aris Junaidi sebagai pinjaman untuk usaha bersama (Swd, AJ,FR) Cek senilai Rp 10 miliar diserahkan kepada Tetti Nursetiati Suwondo sebagai titipan untuk biaya pengurusan tanah (Swd,TT) Cek senilai Rp 15 miliar diserahkan kepada Hendrie Arioseno untuk usaha rumah kebun (Swd,HA) Semua penyerahan cek tersebut dilakukan tanpa memakai tanda terima, karena sudah saling percaya (Swd, AJ,HA).

  2. Cek Aris Junaidi diserahkan kepada Siti Farikha sebagai penyertaan modal kerjasama usaha kayu olahan dengan pembagian keuntungan fifty-fifty, dan sempat dicairkan di rekening Siti Farikha tapi belum sempat digunakan uangnya sudah harus diserahkan kembali ke kepolisian. Demikian pula cek Tetti Nursetiati setelah dicairkan ke rekeningnya dan dipindah ke rekeningnya yang lain, uangnya diserahkan kembali ke kepolisian sebelum pernah digunakan (AJ,FR,TT).

  3. Cek Hendrie Arioseno dicairkan di rekening Citibank an Suko Sudarso sebagai titipan, karena Hendrie hanya mempunyai rekening di Bank Bali yang saat itu ia khawatir terhadap kondisi Bank itu. Selanjutnya Suko Sudarso mengeluarkan uang itu sesuai dengan permntaan Hendrie dan habis dalam waktu 3-4 bulan. Uang dari rekening Suko Sudarso tersebut mengalir ke beberapa rekening dan ada yang ditarik tunai. Beberapa rekening yang dapat aliran dana an Suko Sudarso sendiri di rekening lain, Ino Sudarso, Sukanto M, Harjono, Poek Mie Fong, Ronny Triadi G, Hartati Edi P, Hendrie Arioseno di dua rekening, Tetti Nursetiati dan Bambang Satrio. Adapun penarikan tunai dilakukan oleh Hendri Arioseno, Suko Sudarso sendiri, Gunawan, Stanley Anet dan Maya Wisnu. Dari Ino Sudarso mengalir ke Hans Gunawan, kemudian ke rekening lain Hans Gunawan, rekening Hartoyo dan sebagian ditarik tunai. Dari rekening Hartati Edi P mengalir ke rekening lain Hartati sendiri, rekening Yoko Arbi dan sebagian ditarik tunai. Dari salah satu rekening Suko Sudarso (BII Thamrin) mengalir ke dua rekening an sendiri yang lain (Mandiri PIP, Standard Chartered), ada yang ditarik kliring dan ada tarik tunai. Adapun rekening Hans Gunawan mengalir ke rekeningnya sendiri yang lain, rekening Hartoyo dan ada yang ditarik tunai (HA,SS,TT,Bank Indonesia).
    Cek Leo Purnomo dicairkan di rekeningnya sendiri pada BCA Mandala Raya, dan dari sini mengalir ke tiga rekening sendiri di bank yang sama sementara sebagian ditarik tunai. Dari rekening-rekening ini mengalir sebagai pindah buku ke Andy Cendana, Rizal Risyad, ke reekening Irwan Suwandi, deposito an Leo Purnomo dan beberapa pindah buku kepada rekening/orang yang belom teridentifikasi. Dari Rizal Risyad mengalir ke rekening PT Energi Batubara Sumatera, rekening PT Sumber Auto Graha dan PT Auto Graha Garudajaya (Swd,Bank Indonesia).

3. Beberapa Kesaksian yang mengaburkan

A. Saleh Sofyan

Ia mengatakan pernah ditelepon Soewondo agar datang ke Jl. Irian 7 untuk membicarakan kasus Yanatera. Kemudian tanggal 28 Agustus 2000 sore ia datang ke sana tetapi tidak berhasil ketemu Presiden. Empat hari kemudian, katanya, Soewondo menghubungi lagi untuk hal yang sama, kemudian Saleh Sofyan datang ke Jl. Irian dan berhasil pertemuan dengan Presiden dan Haji Masnuh untuk mengadakan pembicaraan tentang penyelesaian masalah Yanatera. Beberapa hari kemudian Soewondo meneleponnya lagi untuk hal yang sama, lalu Saleh Sofyan pergi ke Jl. Irian dan berhasil bertemu di sana bersama Presiden, Haji Masnuh dan Tetti Nursetiati. Pertemuan ini membahas penyelesaian kasus Yanatera dan penyelesaiannya lebih lanjut.

Kesaksian ini tidak dapat dibenarkan dan mengaburkan masalah, karena dibantah oleh Soewondo yang menyatakan bahwa ia tidak pernah menghubungi Saleh Sofyan untuk datang ke Jl. Irian. Haji Masnuh menyatakan tidak kenal Saleh Sofyan dan tidak pernah ada pertemuan seperti itu di Jl. Irian. Tetti Nursetiati menyatakan tidak pernah ada pertemuan dengan Saleh Sofyan di Jl. Irian. Presiden sendiri menyatakan pertemuan seperti dinyatakan Saleh Sofyan tidak pernah terjadi (Swd,MN,TT,GD)

B. Rusdihardjo

Ada tiga hal penting yang dikemukakan Rusdihardjo di rapat Pansus, yaitu Pertama, bahwa di awal Mei 2000 ia pernah bertemu berdua dengan presiden untuk membicarakan masalah Yanatera; sedemikian rupa pembicaraannya sehingga ia menyimpulkan bahwa Presiden terlibat, kemudian presiden minta semacam 'perlindungan' kepada Rusdihardjo yang waktu itu menjadi Kapolri. Kedua, bahwa setelah itu diadakan pertemuan di apartemen Royal Park untuk antara lain membicarakan penyelidikan kepada Presiden, dan disini dihadirkan pula Halba Rubis sebagai mantan ajudan Presiden untuk dimintai keterangan tentang apa yang terjadi di istana berkaitan dengan kasus Yanatera ini. Ketiga, katanya, ia pernah mendengar dari Halba Rubis bahwa Presiden marah-marah karena terlalu kecil proyek yang diberikan Rusdihardjo kepada Siti Farikha.

Kesaksian ini tidak benar dan mengaburkan masalah, karena dibantah oleh mereka yang disebut-sebut. Presiden sendiri menyatakan tidak pernah menemui atau menerima tamu seorang diri karena keadaan fisik tidak memungkinkannya. Halba Rubis dalam surat resmi Kapoltabes Semarang Nomer R/1052/XII/2000/Tabes menyatakan bahwa tidak mengikuti pertemuan di forum Royal Park, dan juga tidak pernah menceritakan kemarahan Presiden karena sama sekali tidak tahu masalah tersebut dan memang Presiden tidak pernah berbicara hal itu kepadanya (GD,Surat Polisi).

4. Membaca Logika Substansi

Soewondo telah kenal Gus Dur sejak 1986 dan sering ketemu di Ciganjur, meskipun sejak Gus Dur jadi Presiden tidak lagi pernah berkomunikasi langsung, dan jika ingin berkomunikasi maka cukup minta tolong pada Munif (Swd). Sebagai seorang bisnisman maka ia selalu memanfaatkan akal bisnisnya pada setiap keadaan. Ketika ia mendengar Sapuan disepakati oleh Presiden menjadi Wakabulog tanggal 11-12-99, maka ia ingin menjual informasi yang masih rahasia ini. Karena itu ia segera mengadakan pertemuan tanggal 14-12-99 bersama Saleh Sofyan dan Mulyono Makmur, dua orang yang akrab dengan Soewondo dan sekaligus akrab dengan Sapuan. Di sini Sapuan tidak hadir, tetapi Soewondo telah menawarkan jasa untuk mempromosikan Sapuan sebagai Wakabulog, setelah curriculum vitae-nya diserahkan Mulyono Makmur kepadanya. Karena itu, mereka kemudian sepakat untuk mempertemukan Sapuan dengan Soewondo secepatnya (sore harinya). Dalam pertemuan sore inilah perkenalan pertama Sapuan dengan Soewondo, dan ternyata terjadi kesepakatan bahwa Soewondo akan memperjuangkan Sapuan menjadi Wakabulog. Tanggal 17 Desember ternyata terbit SK Sapuan sebagai Wakabulog.

Meskipun belakangan Soewondo mengakui bahwa SK itu sama sekali bukan atas jasanya, namun kenyataan seperti itu tentu membuat Sapuan semakin percaya pada Soewondo, sehingga menurut Soewondo, Sapuan sering bertandang ke rumah Soewondo dan sesekali bersama isteri dan anak-anaknya. Pada bulan Desember, menurut Soewondo, ia pernah menyatakan meminjam uang kepada Sapuan. Meskipun uang belum diperoleh, tetapi telah berhasil membuat Sapuan merasa berhutang budi kepadanya, bahkan menyakini bahwa Soewondo adalah orang yang sangat dekat atau bahkan dipercaya oleh Presiden. Keyakinan yang demikian dinyatakan berkali-kali oleh Sapuan dalam rapat Pansus.

Masih dalam rangka memperoleh uang, sekali lagi Soewondo memanfaatkan informasi bahwa Presiden ingin mendapatkan dana non budgeter Bulog untuk kepentingan kemanusiaan di Aceh, dan ia juga tahu bahwa Presiden tidak berkenan dengan Keppres. Maka sejak awal Januari ia selalu menekan Sapuan untuk mengeluarkan dana non budgeter tersebut, dan kemudian dengan alasan pinjaman pribadi untuk kepentingan bisnisnya yang akan dikembalikan dalam tempo singkat. Tekanan dilakukan memang kepada Sapuan, dan bukan kepada Yusuf Kalla, karena itu waktu Sapuan menjelaskan bahwa pengeluaran dana tersebut menjadi wewenang Yusuf Kalla maka Soewondo pun tidak pernah mau berhubungan dengan Yusuf Kalla.

Pertemuan Sapuan dengan Presiden tanggal 7 Januari 2000 yang diatur keberangkatannya di rumah Soewondo adalah salah satu cara Soewondo lebih meyakinkan Sapuan bahwa dia orangnya Presiden, bahwa benar-benar dana non budgeter tidak dapat dikeluarkan kecuali dengan Keppres, dan bahwa Presiden tidak berkenan menerbitkan Keppres. Kondisi psikologis demikian, tentu Soewondo lebih mudah memanfaatkan rasa hutang budi Sapuan kepadanya.

Di sini telah berakhir ceritera dana non budgeter Bulog. Di sini pula titik awal dimulainya kisah pembobolan dana Yanatera oleh Soewondo bersama Sapuan.

Karena Soewondo menekan terus, kata Sapuan, maka Sapuan memberanikan diri membuat memo kepada Yusuf Kalla untuk pencairan dana non budgeter Bulog. Setelah ternyata tidak berhasil, maka hari-hari berikutnya berani mencairkan dana Yanatera meskipun tanpa sepengetahuan Yusuf Kalla dan tanpa lewat rapat Pengurus. Maka cairlah dana Yanatera Rp 10 miliar dalam dua cek yang langsung diserahkannya sendiri kepada Soewondo tanpa tanda terima sedikitpun, kecuali menitipkan kuitansi yang harus dimintakan tanda tangan kepada Presiden.

Bisa jadi di sini ada pembicaraan bisnis atau apapun yang membuat Sapuan berharap manis, sehingga meskipun Kuitansi yang seharusnya diteken Presiden itu tidak terujud, karena Soewondo memang tidak pernah membicarakannya dengan Presiden apalagi memohon tanda tangannya, maka atas permintaan Soewondo, Sapuan tetap mencairkan lagi dana Yanatera Rp 25 miliar dalam dua cek tertanggal 20 Januari tapi dibuat dan diserahkan kepada Soewondo tanggal 21 Januari 2000.

Karena Sapuan yakin atas harapan manis tersebut maka Sapuan berani membuat tanda terima sebesar Rp 35 miliar kepada Yanatera sebagai penerima pinjaman. Tapi demi safety Sapuan maka Soewondopun diminta membuat kuitansi dan Tanda Terima yang sama seperti yang dibuat Sapuan tadi. Jika harapan manis itu gagal, maka tanda terima Sapuan dengan mudah dicounter dengan kuitansi dan tanda terima Soewondo. Tapi jika harapannya berhasil, maka Sapuan cukup mengembalikan sebesar pinjaman dan dia menerima dari Soewondo sebesar pinjaman plus yang diharapkan itu.

Setelah ternyata Soewondo tidak beres, dan ditagih berkali-kali selalu mundur, seperti dikatakan Sapuan, maka lahirlah Surat Perjanjian Pengakuan Hutang yang dibackdate itu. Ini dilakukan demi keamanan Sapuan dalam status hukum yang jelas dan "demi penyelamatan uang Yanatera" kata Pengurus Yanatera sendiri.

Adapun penyaluran dana berikutnya, ternyata oleh Soewondo digunakan untuk permodalan usaha, baik perusahaan sendiri maupun kerjasama usaha dengan pihak lain.

Kesimpulannya, pembobolan dana Yanatera Bulog itu semata-mata dilakukan oleh Soewondo dengan memperdayakan Sapuan atau atas persekongkolan mereka berdua, untuk memperoleh modal bisnis. Dengan demikian jelas bahwa Presiden sama sekali tidak terlibat, sebagaimana telah dinyatakan Kapolda Metro Jaya (POL) dan bahkan nama besar Presiden telah disalah-gunakan tanpa sepengetahuan beliau.

Kesimpulan ini masih mengandung pertanyaan. Dalam konspirasi mafia Soewondo itu, mengapa justru Suko Sudarso yang mendapat aliran dana paling besar, uangnyapun tidak dikembalikan, dan ada kesan money laundry ? Ini Belum Terungkap !!! Wallahu a'lam.

 

 

M e n e g a k k a n   K e b e n a r a n

 

Kebenaran tentang Kasus Sumbangan Sultan Brunei Darussalam

1. Kronologi

Pencairan dan Penyimpanan Dana

  1. Awal Syawal 1420 H, pada kesempatan open house Ario Wowor menginformasikan kepada Gus Dur bahwa Sultan Brunei dan keluarga kerajaan setiap bulan Syawal membagi - bagikan zakat kepada rakyat Brunei sendiri dan masyarakat di negara tetangga termasuk Indonesia, jumlahnya belasan juta dollar, selanjutnya mohon perkenan dan petunjuknya. Gus Dur merespon informasi tersebut dan menyarankan jika mau diurus agar dapat dikoordinasikan dengan Haji Masnuh (GD,GDi,MN).

  2. Haji Masnuh ditemui Ario Wowor dan melaporkan hasil pertemuan dia dengan Gus Dur pada kesempatan open-house tersebut, kemudian keduanya bersepakat untuk berangkat ke Brunei (MN).

  3. Mereka berdua berangkat ke Brunei dengan biaya sendiri, tanpa Surat Tugas dari Pemerintah atau surat apapun dari Presiden atau dari Pejabat Pemerintah lain. Di Brunei mereka bermalam dua malam dan kemudian pulang bersama-sama (MN).

  4. Di Brunei mereka bertemu Sultan Hasanal Bolkiah dan mendapat cek senilai US$ 2.000 lewat Pehin, petugas dan keluarga kerajaan. Dipesankan agar pemberian zakat ini dirahasiakan (MN).

  5. Berdua sepakat untuk dicairkannya cek tersebut dan langsung dirupiahkan serta dimasukkan ke dalam rekening Haji Masnuh di BNI Sudirman, sehingga jumlah rupiah tercatat masuk sebesar Rp 14 miliar sekitar tanggal 23-25 Januari 2000 (MN).

  6. Sampai di Indonesia, Ario Wowor menginformasikan kepada Gus Dur tentang perjalanan berdua ke Brunei dan hasilnya (MN).

Status Dana

  1. Pidato Presiden pada Sidang Tahunan MPR 2000 antara lain menyatakan " ..... Dana bantuan Sultan Brunei Darussalam tidak termasuk kategori keuangan publik, itu adalah bantuan pribadi Sultan Brunei kepada sejumlah lembaga swadaya masyarakat ....."

  2. Bahwa Sultan Brunei dan keluarga Kerajaan setiap bulan Syawal membagi-bagikan zakat kepada rakyat Brunei sendiri dan masyarakat di negara tetangga termasuk Indonesia (GD).

  3. Bahwa bantuan yang bersifat pribadi itu tidak tunduk kepada hukum publik, sedangkan bantuan yang bersifat kedinasan harus tunduk pada hukum publik (AS).

  4. Dalam rapat Pansus tanggal 28-01-2001, seorang anggota Pansus dari Fraksi TNI/Polri yang pernah beberapa tahun bertugas di Brunei menyatakan dan menyaksikan langsung bahwa pada bulan Ramadhan sampai Syawal di setiap tahun Sultan Brunei membagi-bagikan uang kepada rakyatnya dan meluas sampai ke negara tetangga, dengan tulus ikhlas tanpa persyaratan apapun dan terserah penggunaannya. Seorang anggota Pansus dari FPDIP (Wakil Ketua Pansus) juga menyatakan hal yang sama, bahkan Ketua Pansus (Fraksi PPP) waktu itu menyatakan bahwa mengingat jumlahnya yang hanya US$ 2.000.000 maka itu adalah zakat dan tidak patut sebagai bantuan antar negara.

Penyaluran Dana

  1. Berbagai macam proposal permohononan bantuan masuk ke Haji Masnuh dari berbagai daerah, termasuk proposal yang melewati Afdhal Yasin dari Aceh. Ada juga permohonan bantuan dari Riau, Ambon dan Irian Jaya (MN,AY,GDi).

  2. Bantuan diberikan oleh Haji Masnuh sesuai dengan proposal-proposal tersebut. Dan seluruh bantuan yang diberikan dilengkapi dengan tanda terima. Untuk proposal-proposal yang disampaikan Afdhal Yasin, seluruh bantuannya ditransfer ke rekening BNI Banda Aceh atas nama Yayasan Aswaja, kemudian Yayasan tersebut menyampaikan kepada sasaran sesuai proposal tersebut seutuhnya (MN,AY).

  3. Dana yang masuk ke Aceh tidak diketahui oleh DPRD Tingkat I dan tidak disalurkan melewati prosedur keuangan resmi Daerah, bahkan tidak pernah ada pemberitahuan dari Pemerintah Pusat tentang dana tersebut. Meski demikian Gubernur Aceh berterimakasih atas masuknya dana tersebut untuk membantu masyarakat yang membutuhkannya, bahkan masih membutuhkan bantuan yang lebih besar. Gubernur menyadari bahwa tidak seluruh dana yang masuk ke daerahnya mesti harus melewati prosedur resmi keuangan daerah atau APBD. Kondisi masyarakat Aceh waktu itu (sebelum jeda kemanusiaan) banyak kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mau menerima bantuan dari Pemerintah (GA,DA,AY).

2. Membaca Logika Substansi

Bantuan Sultan Brunei adalah bantuan kemanusiaan untuk masyarakat Indonesia yang merupakan sebagian dari zakat yang dikeluarkan oleh keluarga Kerajaan Brunei Darussalam. Karena itu, dana tersebut diserahkan sebagaimana layaknya menyerahkan zakat, yaitu dengan tulus ikhlas, tanpa persyaratan apapun, tanpa proses administrasi Pemerintahan dan tanpa perjanjian kenegaraan sebelumnya. Karena itu pula, Presiden tidak dilewati dan tidak mendapat bagian dana itu sebab tidak termasuk mustahiq zakat, bahkan beliau menyatakan tidak di Jakarta Convention Center " ... saya tidak tahu setelah itu bagaimana kelanjutannya; karena bagi saya, dengan saya serahkan kepada saudara Haji Masnuh sudah selesai masalahnya". Pemasukkannya ke Indonesia tidak melewati administrasi Pemerintahan, juga tidak dengan sistem administrasi bisnis, karena zakat adalah ibadah maliyah yang berdimensi sosial dan telah memiliki aturan keagamaan secara spesifik baik pada tahap pengumpulan maupun penyalurannya.

Kesimpulannya, Presiden tidak terlibat dan tidak pernah memberikan penjelasan bohong tentang dana bantuan Sultan Brunei. Bantuan tersebut adalah zakat yang penyalurannya tidak menjadi tanggung jawab Presiden dan tidak perlu dimasukkan APBN.

 

 

M e n e g a k k a n  K e b e n a r a n

 

Indeks Sumber Keterangan
YK : Kesaksian Yusuf Kalla yang disampaikan dalam Rapat Pansus tanggal 17 Oktober 2000.
PY : Kesaksian Pengurus Yanatera yang disampaikan dalam Rapat Pansus tanggal 17 Oktober 2000.
WB : Kesaksian Wakabulog (Moh. Syafe'i Atmodiwiryo, Ir,MM) yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 17 Oktober 2000.
MH : Kesaksian Ir. Muharto yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 30 Oktober 2000.
MM : Kesaksian Ir. Mulyono Makmur yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 30 Oktober 2000.
SS1 : Kesaksian Ir. Saleh Sofyan yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 30 Oktober 2000.
HA : Kesaksian Hendrie Arioseno yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 01-11-2000.
POL : Kesaksian Kapolda Metro Jaya (Irjen Pol. Mulyono S) yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 02-11-2000.
BG : Kesaksian Bondan Gunawan yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 02-11-2000.
SSd : Kesaksian Suko Sudarso yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 06-11-2000.
IS : Kesaksian Prof. Ismail Sunny, sebagai saksi Ahli yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 08-11-2000.
AS : Kesaksian Prof. Arifin Soerja Atmadja, sebagai Saksi Ahli, yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 08-11-2000.
ASH : Kesaksian Dr. Alwi Shihab yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 08-11-2000.
RR : Kesaksian Dr. Rizal Ramli yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 08-11-2000.
GA : Kesaksian Gubernur DI Aceh yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 09-11-2000.
HMH : Kesaksian yang dikonfrontir antara Hans Gunawan, Muharto, dan Hendrie Arioseno dan disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 13-11-2000.
SP : Kesaksian Dr. Sapuan yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 20-11-2000.
AJ : Kesaksian Aris Junaidi yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 22-11-2000.
FR : Kesaksian Siti Farikha yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 22-11-2000.
MN : Kesaksian Haji Masnuh yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 23-11-2000.
YAL : Kesaksian yang dikonfrontir antara Yusuf Kalla dan Alwi Shihab dan disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 27-11-2000.
AY : Kesaksian Afdhal Yasin yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 28-11-2000.
RH : Kesaksian Jend. Pol. KPH Rusdihardjo yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 28-11-2000.
WW : Kesaksian Kopda Wawan yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 15-01-2001.
DA : Kesaksian Ketua DPRD I Aceh (Tgk. Muhammad Yus) yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 15-01-2001.
BL : Kesaksian Prof. Baharuddin Loppa yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 18-01-2001.
TT : Kesaksian Tetti Nursetiati yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 18-01-2001.
Swd : Kesaksian MAA Soewondo yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 19-01-2001.
GD : Kesaksian Presiden yang disampaikan dalam rapat Pansus tanggal 22-01-2001 di JCC.
GDi : Keterangan Presiden yang disampaikan pada komisi 3 pada tanggal 7 Juni 2000 di Binagraha.

 

 

Back