Walisanga.net - Mengetuk Pintu Langit
Welcome to
Walisanga.net
One Window to Your World of Religious Information
  Mengetuk Pintu Langit

Seorang penyair sufi Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al-Khattabi al-Bakri pernah berkata, "Indera tubuh adalah tangga menuju dunia ini, indera keagamaan tangga menuju langit; Mintalah kesehatan tubuh dari seorang tabib, namun kesehatan rohani mintalah dari kekasih Tuhan." Di berbagai media massa, hampir setiap hari kita baca berita-berita tentang teror dan kekerasan yang melanda republik tercinta ini, dari kasus Ambon, Banyuwangi, Jakarta, sampai Sambas, merupakan mata rantai budaya kekerasan yang sistematis dan terorganisasi serta mempunyai beberapa sumber daya yang mantap. Ujung-ujungnya, ingin menggagalkan pemilu, membuat kekacauan di tengah-tengah masyarakat dengan jalan mengadu domba, dan membenturkan umat beragama.

Merupakan pertanda jelas bagi orang-orang yang mampu berpikir dengan akal sehat bahwa itu semua merupakan akibat pertarungan elite politik walaupun hal ini tidak bersifat mutlak dan pas bandrol. Sebab, teror dan kekerasan itu sendiri terjadi pada seluruh proses interaksi sosial, bukan pada masalah interaksi politik saja. Jika seekor domba melompati arus sungai, semua kawanan domba melompat menurut tuntunan kawannya. Tiadanya tokoh panutan yang patut diteladani, lemahnya legitimasi moral pemimpin bangsa dan tokoh masyarakat sekarang ini mengakibatkan sebagian anggota masyarakat dilanda krisis panutan dan virus saling menyalahkan sesama serta merasa dirinya paling benar. Juga, pandai dan mudah menuduh orang lain, sehingga melahirkan situasi rawan konflik, miskin kasih sayang. Padahal, bangsa ini sangat membutuhkan figur perekat bangsa dan jalan keluar dari lilitan krisis yang semakin mengglobal. Satu hal yang cukup memprihatinkan, orang sekelas Prof Dr Nurcholish Madjid mempunyai analisis yang sangat dangkal dan gegabah, bahwa pelaku pengeboman Masjid Istiqlal adalah kelompok Islam yang frustrasi atau sedang putus asa (desperate).

Imam Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berpesan kepada kedua putra kesayangannya. "Ambillah pelajaran dan petunjuk atas peristiwa yang telah terjadi, karena setiap kejadian mempunyai titik kesamaan walaupun kadar dan bobotnya tidak sama." Kita patut bersyukur dan angkat topi bagi kesabaran umat Islam dalam menyikapi pengeboman Masjid Istiqlal. Mereka cukup arif dan bijak, tidak mendahulukan emosi. Sebab, mereka mengerti bahwa ada pihak-pihak tertentu yang ingin membenturkan umat Islam dengan kekuatan lain. Tujuannya, terjadi pertempuran dahsyat antarumat beragama sehingga kelompok tersebut dapat memperoleh keuntungan. Perbuatan biadab dan brutal tersebut tidak bisa ditoleransi lagi, harus diusut tuntas. Merupakan kewajiban pemerintah, terutama ABRI, membongkar sindikat tersebut. Bila hal ini tidak dapat diwujudkan, krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan mencapai titik nadir. Kang Djais berpesan kepada para santrinya, "Ketahuilah, barang siapa berjalan di atas kebenaran, pasti sampai pada tujuan dengan selamat. Sebaliknya, barang siapa menyimpang dari kebenaran, akan terperosok pada jurang kesesatan. Sudah waktunya kita mengetuk pintu langit untuk melaporkan segala problema yang menimpa diri, masyarakat, dan bangsa kita. Sudah terbukti sulit menjawabnya melalui pendekatan logika, ilmiah, dan matematik. Tetapi, itu harus diimbangi dengan pendekatan spiritual yang istiqomah, mengedepankan iman, dengan satu bahasa keyakinan bahwa di balik alam semesta ini masih ada kekuatan Dzat yang serba Maha Penentu segalanya." Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah Yang Mahaagung dan Mahamulia turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman, "Siapa yang memohon kepada-Ku, niscaya Kukabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Kuberi. Siapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Kumaafkan."

Apabila rakyat bersama pemimpinnya mau mengetuk pintu langit, dengan merendahkan diri, bertahajud memohon kepada-Nya, maka curahan rahmat Allah akan melimpah di republik tercinta ini, melahirkan wajah-wajah bersinar dan hati bersih membawa kesejukan, yang hadir dari berkah tahajud dan munajat. Sepanjang sejarah hidup Rasulullah SAW, sejak turunnya Q.S. Al Muzzammil, beliau tidak pernah absen salat malam. Penting untuk diteladani agar kita menjadi orang yang sukses, selamat, dan sejahtera. Lebih-lebih mereka yang menyandang predikat pemimpin bangsa, agar mempunyai kekuatan spiritual dan legitimasi moral sehingga dapat melahirkan ide-ide brilian, teguh dalam pendirian, luwes dalam bertindak, bijak dalam langkah, serta mampu menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan. Semua figur yang memiliki wibawa sosial politik hendaknya saling membantu dalam kebaikan, menghentikan segala bentuk kekerasan, dengan meletakkan kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas segalanya. Krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan terjawab. Korupsi, kolusi, nepotisme, dan lainnya dapat diminimalkan. Manakala rakyat dan para pemimpinnya mempunyai kekuatan spiritual dan moral yang mantap, terbukalah peluang yang lebar untuk terciptanya pemerintahan bersih dan berwibawa, tentunya didukung dengan sumber daya manusia yang cukup dan memadai.

Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Bayhaqi dalam Sya’b al-Imam, Abu Hurayrah r.a. meriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Nabi SAW, ia berkata, "Si fulan melakukan salat malam, tetapi ia mencuri di pagi hari." Beliau bersabda, "Ucapan yang engkau katakan itu dapat mencegahnya." Berdasarkan Hadits ini, salat malam selain mempunyai derajat dan nilai ibadah, juga mempunyai pengaruh sangat kuat dan dominan dalam pembentukan sikap mental dan kepribadian seseorang, sekaligus membentuk kekuatan spiritual yang dapat mencegah kemaksiatan dan perbuatan buruk dalam segala aspek hidup dan kehidupan. Banyak kalangan yang dihinggapi penyakit takut kehilangan pangkat dan jabatan. Mereka bahkan berani mengorbankan prinsip dan agamanya, tidak segan dan malu menjatuhkan sesama demi karier dan jabatan. Itu semua bukan sebab, melainkan akibat, lantaran hati mereka jauh dari bimbingan dan petunjuk, sehingga tidak ada setetes air pun berupa kebahagiaan dan ketenangan hidup. Barang siapa mempunyai semangat yang kuat, bergegas menuju jalan Allah, laksana seseorang yang sedang haus mendatangi air yang sejuk. Begitu juga semangat mengetuk pintu langit, bila dilaksanakan secara istiqomah, akan membentuk pribadi muslim yang senantiasa dekat kepada Allah, selamat dari segala kejahatan dan dijaga dari kemungkaran. Sebaliknya, meninggalkannya seperti raja kehilangan mahkota.

Menjelang Pemilu 7 Juni 1999, tentu suhu politik cenderung meningkat, bahkan menjadi panas. Sistem multipartai merupakan pilihan yang tepat bagi negara yang bersifat majemuk. Kang Djais sangat berharap, 48 partai yang ada hendaknya bersaing secara sehat dalam usaha menawarkan program-programnya dan memberikan pendidikan politik dengan baik kepada rakyat. Penting diupayakan kampanye simpatik, tidak perlu saling mengkafirkan dan saling menjatuhkan. Usahakan mencari pendukung sebanyak-banyaknya dengan satu catatan: hormatilah partai lain. Di sini, perlu disadari bahwa partai merupakan wakil kelompok-kelompok kepentingan sosial untuk menjembatani jarak antara individu satu dan yang lain dalam masyarakat yang majemuk. Persaingan antara partai satu dan yang lain merupakan hal sangat wajar, sekaligus merupakan proses demokrasi dalam sebuah negara, untuk mendorong seseorang atau kelompok untuk ikut ambil bagian secara aktif dalam kehidupan politik, dalam usaha menuju Indonesia baru. Mengetuk pintu langit merupakan senjata yang sangat ampuh, sebagai pertahanan rohani, penyejuk hati, dan penenang jiwa bagi orang-orang yang mendambakan kebahagiaan dan keselamatan yang hakiki. Terutama, bagi para politikus yang dilanda krisis keyakinan dalam meniti kariernya, yang senantiasa dihantui ketakutan dan dililit kebingungan tiada batas dan tepinya. Senantiasa takut kehilangan kursi, padahal di toko banyak orang jual. Ketahuilah, pemimpin yang benar senantiasa mengukur dirinya dengan keadaan rakyat yang lemah.

Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Klinik Moral ’’Bumi Sholawat’’, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur.

- The Walisanga.net Team

 


Back