Apa makna keindahan dunia ini? Bagai pantulan dahan bergoyang di air, ia adalah bayang-bayang Taman Kekal yang membentang dalam kalbu Insan Kamil yang tak pernah layu. Apa yang membuat orang jadi sufi? Hati yang bersih. Bukan baju yang kumal dan nafsu yang liar. Mereka yang terikat dunia telah memakai namanya. Namun ampas dapat ia saring sari murninya. Sufi sejati adalah mudah dalam kesulitan, riang dalam bencana. Salah satu fenomena menarik menjelang Sidang Umum MPR ’99 ditandai adanya konspirasi untuk melindungi maling-maling uang rakyat dengan melakukan manuver-manuver yang cukup rapi dan lihai. Walaupun mencerminkan kebodohan dan kepicikan mereka. Disisi lain, orang yang berilmu dan berakal sehat, tanpa dikomando, serempak tertawa terbahak-bahak melihat sandiwara gratis dengan lakon Maling Berteriak Maling. Banyak kepalsuan dan kesalahan dikemas begitu cantik agar rakyat salah dalam memandang dan menilai terhadap persoalan yang sebenarnya. Mereka berpenampilan cukup membosankan lantaran sering berbicara atas nama kebenaran dan rakyat kecil, tetapi hati mereka tidak tertambat padanya. Hilangnya budaya malu, terutama dari sebagian pejabat lembaga tinggi negara dan para elite politik, membuat situasi makin panas, melahirkan kebobrokan pada segala sektor kehidupan. Pikiran ngawur dan kalap tumbuh dan berkembang di mana-mana. Dibuka dan disponsori oleh orang-orang yang haus kekuasaan yang hari ini sedang asyik bermain untuk berebut secuil kue kekuasaan. Begitulah memang keadaannya. Kejujuran dengan pola hidup damai, sederhana, dan sejahtera menjadi hilang ditelan kerakusan bersama makin berkurangnya orang-orang saleh yang mampu tampil sebagai pengayom dan teladan di tengah-tengah masyarakat. Empat belas abad lalu, Rasulullah SAW telah bersabda : ’’Pada menyebut nama-nama orang saleh turunlah rahmat.’’ Beliau Al Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali dalam karya terbesarnya Ihya' Ulumiddin menegaskan dengan cukup jelas dan mendasar bahwa ’’Bukan rahmatnya yang turun, tetapi sebabnya rahmat yang turun, yaitu membangkitkan kegemaran dari hati dan bergeraknya keinginan untuk mengikuti dan mencontoh orang-orang saleh. Awalnya, rahmat melakukan kebajikan dan awalnya kebajikan adalah mencintai orang-orang saleh. Tidaklah sangat berlebihan bila orang bersemboyan: Bila ingin menjadi orang yang besar dan mulia, maka yang sering membaca sejarah mereka, karena apa yang dibaca seseorang sangat mempunyai pengaruh yang kuat dan dominan dalam pembentukan tingkah laku dan kepribadian seseorang. Dalam tulisan ini, saya akan membuka kembali sejarah seorang wali besar yang bernama Abu ’Ali Fudhail Ibn Iyadh (723-803M.). Di mana perjalanan spiritualnya cukup menarik untuk dikaji dan dijadikan pelajaran berharga bagi para pendosa yang ingin mendapat ampunan dan keridaan-Nya. Kita tidak usah heran. Sebab, apa yang ada di dunia ini serba mungkin. Bila ada seorang maling menjadi wali, mengingat rahmat Allah lebih luas daripada murka-Nya. Menurut sejarah atau biografi para sufi, perjalanan spiritual Fudhail Ibn Iyadh boleh dibilang sangat menarik dan cukup mengagumkan. Penting kita gali nilai-niali etik dan moral dari beliau guna melahirkan kesadaran untuk berbuat dan melangkah ke arah yang lebih baik agar kita mendapat rezeki rohani berupa kesadaran dan pengertian tentang makna dan arti kehidupan, sehingga mampu menjadi orang yang berperilaku arif dan bijak. Abu ’Ali Fudhail Ibn Iyadh lahir di Khurasan Irak tahun 1905H/723M. Pada waktu mudanya, ia seorang perampok yang sangat disegani perampok-perampok lain. Boleh dibilang dia adalah God Father-nya. Siang dan malam kerjanya mencari mangsa untuk dijadikan korban. Setiap pertemuan rutin yang diadakan bandit-bandit pada waktu itu, ia sangat diperhitungkan karena wibawa dan keberaniannya. Ada beberapa hal yang membedakan Fudhail dengan perampok-perampok lain. Walaupun sebagai seorang perampok, ia tidak berpenampilan keras dan kasar, juga sangat menghargai kepada wanita dan anak-anak. Tidak mau merampas barang-barang musafir atau merampas orang-orang miskin. Tegasnya, tidak mau menyakiti fisik kepada korbannya, mempunyai kebiasaan menyisakan sebagian harta yang dirampasnya sebagai bekal bagi orang yang dirampok. Barangkali inilah bisa dibilang perampok yang aneh, tetapi nyata. Dia adalah seorang yang unik di jalannya. Tobatnya dimulai dari jatuh cinta kepada seorang gadis yang cantik, mungkin ukuran sekarang seperti Sophia Latjuba atau Ayu Azhari. Itu semua sangat wajar karena cinta bisa tumbuh dan bekembang di setiap hati manusia, tidak pandang bulu, baik orang terhormat maupun orang yang gila hormat. Begitu juga sebaliknya. Tiada hari yang kosong dari rasa rindu kepada gadis pujaannya. Siang dan malam berusaha ingin bertemu seakan dunia hanya milik berdua. Di suatu malam yang hening, ia berusaha keras ingin berjumpa sang kekasih dengan memanjat dinding agar dapat menemuinya. Tiba-tiba ada suara seorang qari' membaca ayat: ’’Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyuk hati mereka mengingat Allah’’ (QS. Al Hadid:16). Spontan ia berkata, ’’Tuhanku, sekarang saja.’’ Hati Fudhail menjadi lembut, berjalan pulang dengan dihantarkan bahasa keyakinan, rahmat Allah lebih luas daripada murka-Nya. Dengan diwujudkan sikap dan tindakan nyata, dia tinggalkan pekerjaan merampok dan membuat daftar orang-orang yang pernah dirugikan untuk diselesaikannya. Dengan pendekatan ukhuwah yang tumbuh dari hati yang paling dalam untuk meminta kerelaan orang yang pernah dirugikannya. Mereka semuanya menerima tobat Fudhail dan memberikan kerelaan kepadanya. Hanya ada satu orang (Yahudi) yang mau merelakan dengan syarat yang cukup berat, yaitu Fudhail harus memindahkan tumpukan pasir yang begitu banyak. Karena kuatnya pancaran iman yang menerangi hatinya, ia siap untuk melaksanakan apa pun yang diminta orang yang pernah dirugikan, walaupun memindahkan jumlah pasir yang begitu banyak, yang cukup menguras tenaga dan waktu. Dari ketulusan hati Fudhail bisa menggugah dan mengetuk hati nurani orang Yahudi tsb. Karena itu, akhirnya dia merelakan dan mengakui Fudhail adalah orang yang benar-benar tobat. Dan, si Yahudi menyatakan masuk Islam di hadapannya. Dari Khurasan, beliau pindah ke Kufah untuk berguru kepada beberapa ulama besar pada waktu itu sampai sempat menjadi sahabat karib Imam Abu Hanifah. Tanpa mengenal lelah, dengan penuh kesabaran dan keuletan, ia melanjutkan perjalanan spiritualnya berhaji ke Makkah dan menetap di sana sampai meninggal. Beliau sangat terkenal di kalangan Syaikh Sufi karena ahli hadits, fiqih, dan mempunyai wawasan yang sangat luas dan tajam tentang kebenaran rohaniah. Tatkala khalifah Harun al Rasyid ke Tanah Suci untuk berhaji, ia berusaha menemui Fudhail Ibn Iyadh untuk mohon nasihat kepada beliau, di antara sebagian nasihatnya: ’’Jika pada suatu malam ada seorang wanita tua yang tertidur tanpa memiliki makanan, maka ia akan menarik ujung pakaianmu pada hari itu dan akan memberi kesaksian kepada sikapmu.’’ Mendengar nasihat demikian, sang khalifah jatuh pingsan. Di sini saya masih ingat ide yang sangat brilian dari Gus Dur. Pada saat orang-orang ramai untuk menyeret Pak Harto ke pengadilan atas dugaan KKN, Gus Dur justru menawarakan jalan keluar, hendaknya kasus Pak Harto diselesaikan melalui pendekatan hukum fiqih. Waktu itu banyak orang sinis dan menganggap Gus Dur nyeleneh dsb. Sebenarnya, hal ini cukup logis karena realitas yang ada, hukum di republik ini sering tidak mampu menembus dinding-dinding kekuasaan. Apalagi, segala sesuatu yang makin dipertentangkan makin kabur ujung dan pangkalnya. Wahai orang-orang yang merampas daulat rakyat, para koruptor, para penjilat kekuasaan, ketahuilah masih ada pintu dan jalan bagi Anda untuk menjadi orang yang mulia sebagaimana Fudhail Ibn Iyadh yang bertobat bahkan sampai menjadi seorang wali besar pada zamannya. Segeralah Anda bertobat dan kembalikan uang rakyat sebelum malaikat maut menjemputmu. Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Klinik Moral ’’Bumi Sholawat’’, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur.- The Walisanga.net Team |