Hasni's Story Galery


P u t r i
Cerpen Ismaily Bungsu

Hari itu tanggal 15 November tahun 1999 dan Putri seharusnya tahu bahawa secara ilmiah, nyawa saya sebenarnya sudah melayang alias tercopot atas sebab usus saya yang diserang oleh yang namanya kanser dan nyatanya saya saat ini masih ada dan berdiri di sini dan keadaannya sebenarnya belum pun bisa sembuh sepenuhnya yang terkadang datang sakitnya secara tiba-tiba yang lalu menyebabkan saya pengsan dan terlantar di ranjang untuk beberapa waktu lamanya dan memang begitulah keadaan saya.

Seharusnya demikianlah yang telah dijadualkan seperti yang diperkatakan oleh Dr. Hilmi yang merawat penyakit saya sejak beberapa tahun yang dilewati, tapi Putri tentunya tahu/malah amat tahu yang saya sememangnya selalu saja yakin sangat dan percaya benar bahawa yang namanya Tuhan jualah yang menentukan segala apa pun bentuk kehidupan yang bakal saya hadapi nantinya disamping saya berusaha dan terus selalu berdoa kepada Dia Yang Maha Berkuasa segala.

Saya ulangi sekali lagi bahawa yang jelas dan pasti sangat seperti yang saya nyatakan bahawa Tuhan jua yang menentukan panjangnya umur saya yang ternyata hingga sampai ke saat ini dan tentunya keadaan sedemikian berlaku jua akibat doa dan restu kawan-kawan yang cukup baik sekali terhadap saya alias selalu atau seringkali saja memberikan saya perangsang atau semangat untuk melawan kanser yang sudah sekian lama menyerang dan mendiami usus saya tanpa keizinan sememangnya.

Sekarang ini saya kembali lagi ke sini. Iya, saya kembali lagi ke sini yang keadaannya semacam penjara besi melulu yang cukup merisaukan dan menakutkan saya secara total pada hakikatnya dan untuk makluman Putri bahawa saya dihantar ke sini pun tanpa saya sedari langsung dan bila saya sedar tau-tau saya sudah berada di ranjang dan saya sendiri dimaklumkan yang saya dihantar kala sakit usus saya semakin menekan yang menyebabkan saya biasanya pengsan dan kala itu saya selalu tidak ingat apa-apa langsung yang berlaku di sekeliling saya dan sekarang yang pasti keadaannya benar-benar menjadikan saya tidak menentu disamping saya sebenarnya langsung tidak punya kemampuan untuk menahan sakit yang selalu menekan-nekan apa lagi mahu melawannya alias menyingkirkannya untuk maksud tidak mendekati saya.

Putri tahu bahawa terasakan sangat yang seluruh isi perut saya agak memulas-mulas yang semacam mahu keluar. Iya terus memulas-mulas yang semacam ada peperangan yang maha mengerunkan di dalamnya. Sakit dan amat sakit sekali bagai mahu tercabut nyawa saya dibuatnya. Rasanya tak dapat diperkatakan bagaikan keadaannya dan tidak bisa dibayangkan langsung sakit yang dimaksudkan.

Iya, sakitnya bukan main hebat yang terkadang menyebabkan saya berpeluh dan berpeluh yang terkadang jua langsung saja tidak sedarkan diri sambil mengeletar dan terkapar. Mengeletar dan terkapar yang lalu atau akhirnya seluruh badan saya selalunya menjadi lemah dan tak termaya langsung, apa lagi untuk bergerak seperti yang orang lain lakukan saban waktu.

Putri tahukah bahawa saya sekarang ini harus berjuang untuk menghadapi hidup yang sisa ini? Iya harus berjuang sangat. Berjuang untuk melawan maut yang terasakan ada di mana-mana akibat kanser yang tidak pernah sedikitpun mahu menjauhkan diri dari saya, apa lagi mahu meninggalkan usus saya? maut yang kata doktor bakal mendekat selalu membayang yang menyebabkan semua orang bermuka tegang, ngeri, pilu yang amat sangat melihat saya sedemikian rupa kelihatannya.

Saya sebenarnya semacam tidak terdaya lagi melawannya, malah akan mudah menyerah kalah dan memangnya tidak terdaya melawannya dan selalu saja saya berfikir dan bertanya bahawa kenapa saja Tuhan Yang Maha Berkuasa itu tidak mengambil nyawa saya tanpa menyakitkan saya sebegini rupa dan bukankah kalau-kalau nyawa saya Ia copotkan yang tentu saja sakitnya hanya sekali saja dan kapan saya nyatakan hal ini kepada putri, rupanya Putri amat memarahi saya dan mengatakan bahawa saya kononnya suka sangat menyerah kalah tanpa mahu melawan dan yang paling tidak saya ingini bahawa Putri mengatakan yang saya ini seorang karyawan yang maha pengecut sangat. Astaga, apakah memangnya saya ini maha pengecut sangat seperti yang diperkatakan oleh Putri?

Kata-kata Putri itu sebenarnya tidak benar dan kelihatannya ia punya maksud sesuatu yang lain. Memangnya tidak benar dan saya tahu bahawa Putri sengaja memperkatakan kenyataan itu dengan harapan saya bakal marah dan kapan nantinya saya marah, maka diharapkannya saya bakal berusaha untuk membuktikan yang saya bukanlah memiliki sikap seperti yang dinyatakannya oleh Putri. Saya tahu sangat tujuan Putri berkata sedemikian. Ah, lupakan saja hal itu.

Iya, sekarang inipun saya terus saja bergulatan dengan segala macam kesakitan yang amat sangat sambil saya pegangi perut saya yang sakitnya selalu saja ada di mana-mana. Secara naluriah saya selalu saja meraba-raba dan kemudian mencari benjolan yang selalu saja saya rasakan ada. Iya, memangnya ada. Sekejap ada dan sekejap pula tidak ada. Begitulah.

Kadang-kadang terasakan sangat ia ada dan kadang-kadang tidak ada. Sekejap ada dan sekejap tidak ada. Sekejap menghilang yang entah ke mana perginya. Kemudian selalu saya menekan-tekan dengan harapan yang sakit itu dan pedihnya berkurangan. Terkadang saya tekan ke kanan sedikit dari pusar, kalau saya tekan serasa semakin sakit, semakin pedih, semakin ngilu. Iya semakin sakit sangat. Sakit sangat. Teramat sakit.

Memang sakitnya semakin menjadi-jadi. Terus semakin sakit dan sakitnya amat menggigit, sakitnya terlalu menyeksakan, pedihnya terasakan semacam membawa kepada kematian/kematian yang tentu saja belum sangat saya inginkan kala memikirkan masih banyak yang perlu dan belum terlaksanakan.

Barangkali perlu sangat saya jelaskan kepada Putri bahawa semalaman ini saya sebenarnya tidak bisa tidur kerana bukan saja akibat sakit yang saya deritai, malah terlalu banyak yang harus saya fikir-fikirkan sangat yang tentunya ada beribu macam atau bermacam-macam dan tentunya tidak pernah difikirkan orang, meskipun Dr. Hilmi sendiri sudah memberikan saya pil penenang untuk maksudnya supaya saya sesegeranya lena tidur yang membolehkan saya dapat menghimpunkan sedikit tenaga saya yang sisa dan memang sekarang ini saya agak lemah dan teramat lemah sekali, tapi tidak pula sedemikian jadinya. Ah, entahlah apa lagi yang harus saya lakukan untuk menghilangkan rasa sakit yang selalu menekan-nekan yang menyebabkan saya seringkali saja tidak bisa langsung untuk menahannya yang terasa sangat semacam nyawa saya bakal melayang.

Sekarang ini saya memang bersendirian di sini. Iya, memangnya bersendirian di sini tanpa sesiapapun. Di sini ini keadaannya saya anggap sebagai penjara yang memang tidak saya sukai langsung, tapi terkadang ada kalanya saya suka sangat. Kala tidak suka bilamana keadaan saya semacam diganggu sangat terutama sekali kala ramai sangat yang mahu datang dan bertanya hal-hal yang bukan-bukan terhadap saya yang tentunya pertanyaan yang tidak saya sukai bakal menambahkan berat beban yang saya tanggung segala. Itulah yang tidak saya suka dan saya menjadi suka pula kapan kehadiran saya di sini tanpa sesiapa yang mahu melihat saya atau saya suka kala saya dibiarkan sendirian yang ertinya tidak diganggu oleh sesiapapun dan tentunya tidur saya akan pasti tenang-tenang saja.

Kamu bukannya tidak tahu Putri bahawa saya sendiri tidak mahu sesiapapun untuk datang melihat saya sedemikian. Memang begitulah sejak dulu, apa lagi melayan saya sebagai orang yang amat sakit atau melayan saya sebagai si tua renta yang menunggu saatnya untuk mati. Iya, meskipun pada hakikatnya saya merasakan amat sunyi dan sepi sekali di sini, tapi saya cukup merasa berbahagia sangat di sini kecuali/saya ulangi lagi yang saya tidak suka sangat kerana dilayan sebagai orang sakit yang ada bermacam larangan dan segala macam pantang dan kalau memang Tuhan berkehendakkan saya sekarang ini untuk hadir di sisi-Nya, maka saya rela dan mengizinkan sangat untuk menyerahkan nyawa saya kepada Dia.

Rasa sunyi yang mengelilingi saya pada saat ini cukup mengingatkan saya tentang kematian yang tentunya setiap orang bakal menghadapi hakikat kematian itu secara sendiri tanpa ditemani oleh sesiapapun/baik mereka yang selalu berjanji untuk sehidup semati yang sebenarnya/padahal selalunya janji yang diperkatakan diikat dan disimpul mati selalu saja tidak menjadi kenyataan. Ah, kan semua yang dinyatakan sekadar permainan kata-kata dan bukankah Putri pernah menyatakan sebegini:“Indahnya sangat bahasa, seindah niatkah? hati-hati kerana sehari pahitnya berpanjangan” Apa maksudnya duhai Putri? Yalah tu..he..he. Masih ingatkah kamu duhai Putri?

Iya, memangnya keadaan di sini benar-benar teramat sunyi sekali yang semacam kala berada di dalam hutan bambu kala malam nun jauh di kampung halaman Pak Karno di Pedalaman. Iya terlalu sunyi sekali dan memang saya sendiri tidak mahu seorangpun datang untuk melihat saya/meskipun anak-anak saya yang cukup baik kepada saya sejak dulu hingga sekarang. Bukan kerana apa-apaan, tapi memangnya saya sendiri tidak mahu menyusahkan mereka. Iya, saya amat kesihan sangat kepada mereka yang belum tahu apa-apa lagi kecuali yang sudah cukup dewasa dan tahu sangat akan keadaan saya sejak sekian lama.

Putri tahu kenapa saya berbuat dan memutuskan hal sedemikian? Iya, memang terkadang saya sendiri tidak berniat untuk menyatakannya, tapi sesungguhnya saya tidak mahu melihat anak-anak saya hidup dalam keadaan yang tertekan dan tertekan alias susah hati atau tidak tenang dan biasanya kalau mereka hadirpun saya sebenarnya selalu berusaha sangat untuk kembali membangunkan semangat saya yang telah hilang dengan harapan mereka semuanya tidak terlalu runsing sangat terhadap diri saya, apa lagi keadaan saya sejak kebelakangan ini.

Saya rasakan jururawat yang bernama Siah itu memangnya agak semalaman tidak bisa tidur atau melelapkan matanya kerana asyik menjaga dan memerhatikan saya yang memang sudah sekian lama terlantar di ranjang. Siah memang sudah mengenali saya dan suatu waktu ia menyatakan sudah lama mengenali saya atas sebab sesuatu yang saya hasilkan selama ini. Tentu saja Siah selalu membaca apa saja yang saya tulis. Begitukah?

Siah memangnya jururawat yang baik sekali dan secara kebetulan memangnya antara saya dan dia berjiran. Itulah yang menyebabkan ia terlalu banyak berbudi kepada saya atau mengambil perhatian yang lebih sedikit dari para pesakit lain. Sebenarnya saya sendiri mengharapkan sangat agar ia tidak usah terlalu sangat menyusahkan dirinya akibat memerhati dan menjaga saya. Saya selalu saja memperkatakan bahawa saya sememangnya tidak mahu dilayan seperti orang yang sakit alias mahu mati.

Siah memang terlalu baik kepada saya. Sesungguhnya ia punya hati yang cukup mulia dan tidak ada lagi yang baik sangat selain dia yang namanya Siah yang saya kenali itu kecuali Putri yang hadir dalam hidup saya sejak bertahun-tahun lamanya.

“Meskipun Putri tidak selalu menghubungi abang lantaran yang kita punya tugas masing-masing yang harus selalu saja diselesaikan, tapi perkembangan dunia abang selalu saja saya ikuti dan tanya-tanyakan kepada kawan-kawan yang terdekat” Tulis Putri kepada saya dua bulan lalu yang dikirim lewat email. Iya, di mana kamu sekarang duhai Putri?

Siah yang sejak sekian lama dekat saya kemudiannya memegang tangan saya dan sesudah itu ia mengusap-usap dahi saya yang selalu dirasakanya amat dingin dan terkadang berpeluh. Siah kira saya sedang asyik tidur ketika itu dan saya sendiri bisa merasakan sentuhan tangannya dan saya tahu sangat bahawa subuh tadi dia bersembahyang yang tentu saja asyik mendoakan saya melulu walaupun dia sendiri tidak pernah menyatakannya kepada saya.

Saya kira kalau saya tidak silap bahawa hal doa Siah terhadap saya pernah suatu siang dibisikkan oleh Dr. Hilmi ke telinga saya sambil menyatakan yang Siah terlalu menyukai apa saja yang saya tulis dan saya ketika itu hanya diam mendengar kenyatan Dr. Hilmi sambil tidak berkata apa-apa pun, tapi saya tahu mereka hanya mahu menyenangkan hati saya melulu dan kata-kata itu sebenarnya memang menyebabkan saya punya keinginan sangat untuk terus hidup sebab kehadiran saya semacam dihargai dan secara tidak langsung penghargaan itu kian memperkuatkan semangat saya untuk terus melawan maut yang selalu membayang dalam fikiran saya sejak sekian lama.

Sesekali saya bisa menangis yang semacam anak kecil yang dimarahi oleh ibunya kapan mengenangkan hal saya yang sekian lama terlantar di ranjang tanpa sesiapa pun yang hadir di sisi saya dan kemudian begitu senang pula air mata saya keluar yang bukan kerana apa-apa, tapi terasakan sangat bahawa betapa sia-sianya hidup saya yang sekian lama saya lewati selama ini tanpa apa-apa kerana selalu saja melupakan adanya Dia dan saya berusaha sangat untuk maksud menahan deras air mata saya agar nantinya bisa mengelakkan ia dari terus dilihat oleh yang nantinya datang untuk menemui saya.

“Kenapa Putri begitu baik kepada saya sehingga Putri berusaha memohon kepada Tuhan agar malaikat Izrail tidak mencabut nyawa saya?” kata saya kala saya bersendirian dan saya sendiri memang selalu saja membisikkan kepada Tuhan supaya memberikan saya kesempatan yang banyak untuk memperbaiki semangat saya termasuk laluan yang jauh sangat tersesat di persimpangan jalan untuk maksud bersembahyang lebih banyak, kerana biasanya kala sesiapapun sembuh terutama sekali seperti saya ini akan pasti selalu saja lupa tentang adanya Dia Yang Maha Berkuasa segala. Jadi, saya berjanji bahawa saya akan melakukan sesuatu yang terbaik dalam hidup saya sebelum saya mati nantinya.

Saya lihat Putri yang tiba-tiba ada dekat saya masih menundukkan kepalanya dan asyik terus menatap wajah saya yang tentunya agak pucat dan lemah. Pucat dan lemah. Iya, kapan Putri sampai di dekat saya? Tanya saya kepada Putri dan saya kira tentunya Putri tidak bisa mendengar apa saja yang saya tanyakan. Apakah memangnya saya bertanya?

Saya lihat kepalanya semacam bergoyang ke kiri dan ke kanan menurut irama zikirnya yang menyebabkan saya tersangat malu kepada Putri yang dulunya ia adalah seorang guru yang beragama kristian yang amat taat dan tiba-tiba dapat menjadi seorang muslim yang sedar dan penuh keinsafan, sedang saya pula entah susah sangat mahu diperkatakan/walaupun saya dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang beragama/tetapi yang jelas saya sendiri seringkali saja lupa tentang adanya Tuhan Yang Esa jika selalu saja bergelimang dengan kesenangan yang berlebih-lebihan. Inilah akibatnya kalau Tuhan selalu memberikan kesenangan yang tidak sepatutnya saya dapatkan. Aduh, kenapa saya jadi sedemikian?

Tiba-tiba entah bagaimana dalam keadaan sedar dan sesekali tidak sedar, saya bisa takut sangat akan saat kematian saya seperti yang dijanjikan/seperti yang dijelaskan oleh Dr. Hilmi yang merawat saya sejak sekian lama. Saya pada hakikatnya sememangnya tidak mahu mati dan saya memangnya tidak mahu sendiri di dalam kubur nantinya, apa lagi tanpa Putri yang cukup saya ingati selalu/saya memang tidak mahu dihantar ke kubur yang tentunya bakal dingin dan sepi. Sepi dan dingin. Dingin dan sepi sekali. Sempit sekali.

Ketahuilah Putri bahawa saya sememangnya amat takut sekali. tersangat takut untuk maksudnya dioperasi dan memang saya tidak mahu dioperasi sebab setahu saya operasi merupakan jalan terakhir yang biasanya terpaksa kemudiannya bakal menghadapi kematian. Itu kata kawan-kawan saya yang asyik menasihati saya supaya membatalkan saja operasi itu sebab kira-kira seminggu lalu Pak Suki sendiri menjadi mangsa operasi dan terpaksa menemui ajalnya, padahal sebelumnya ia begitu bersemangat sangat kala berbicara dengan saya pada suatu sore tentang seni muzik biola yang selalu menemani hidupnya yang tinggal sisa.

Manalah tahu kalau memang dijadualkan untuk saya dioperasi esok hari dimana dengan secara tiba-tiba saya langsung saja mati meski pun secara terpaksa/ketika dibius misalnya dan tentunya tidak bisa menyebut yang namanya Tuhan, apa lagi untuk menyebut kalimah yang harus saya ucapkan sebelum saya mati nantinya. Iya, rasanya saya semacam diburu sangat oleh bayang-bayang kematian yang menyebabkan saya amat ketakutan sekali. Iya, amat takut sekali. Bantulah saya Putri!

Iya, sebaiknya saya minta Putri datanglah dan bantulah saya untuk menyatakan kepada Dr. Hilmi supaya saya tidak dioperasi. Tolong katakanlah segera bahawa saya sememangnya berkeberatan sangat untuk dioperasi kerana terasakan sangat yang saya semacam mahu mati.

Ah, tapi yang jelas Putri sekarang ini sedang berada di sisi saya. Iya, Putri memang berada di sisi saya. Kapan Putri datang? Kenapa tidak Putri beritahukan saya sebelum datang? Apakah memangnya Putri yang sekarang duduk dekat saya? Saya lihat Putri terus menatap wajah saya tanpa bicara apa-apa tapi saya lihat Putri terus saja berdoa dan mengharap sangat sesuatu untuk maksud saya segera sembuh seperti sebelumnya. Begitukah Putri? Iya tentu sekali.

Saya memangnya semacam merasakan sedang berlari tunggang-langgang akibat dikejar oleh malaikat maut yang galak matanya dan ganas sangat wajahnya serta amat menakutkan saya yang selalu saja mengekori saya ke mana saja saya berpergian. Kenapa kamu harus mengekori saya duhai sang Malaikat Maut? Kamu jelasnya membikin saya dalam dunia ketakutan yang amat sangat dan kemudian akibat ketakutan itulah saya langsung saja melanggar apa saja yang ada di depan saya untuk maksudnya saya menyelamatkan diri saya dari yang namanya kematian dan akhirnya saya menjerit sekeras-kerasnya yang lalu segera pula meloncat dari tempat tidur dan tiba-tiba saya tersentak kala Putri memegang tangan saya dan kemudian mengusap-usap dahi saya yang berpeluh-peluh dan dingin sekali. Kamukah Putri yang ada dekat saya sekarang ini? Bukankah Putri lagi kuliah dan bakal selesai dalam waktu yang terdekat ini? Putri tidak menjawab pertanyaan saya? Kenapa? Apakah Putri mendengar yang saya ini bertanya?

Tiba-tiba semua yang saya lihat menjadi kabur dan berkunang-kunang. Kabur dan berkunang-kunang. Saya terus saja membuka mata, tapi semacam tidak terdaya langsung/ sesekali bisa saya dibuka, tapi memangnya amat kabur sekali kelihatannya. Rasanya saya sedang melihat Putri duduk di dekat saya/di pinggir ranjang dan saya melihat ada beberapa orang doktor yang saya sendiri sudah lupa namanya kecuali Dr. Hilmi dan jururawat yang namanya Siah itu.

Kemudian saya melihat ada beberapa orang teman-teman saya mengelilingi saya sambil membaca sesuatu yang entah apa dan mulut mereka terkumat kamit. Apa yang mereka baca dan apa yang mereka doakan untuk saya? Iya, saya ingat mereka semacam membaca surah yasin yang memang selalu dibaca kala seseorang tengah berhadapan dengan maut seperti saya. Apakah saya memang berhadapan dengan maut? Saya tidak tahu, tapi memang malaikat maut itu selalu membayangi hidup saya.

Kemudian saya langsung saja mendengar suara lembut Putri yang saya kenal sejak sekian tahun dulu/kala ia masih belajar di Maktab Perguruan di pedalaman. Iya, kenapa tiba-tiba Putri datang dalam saat-saat saya sedemikian jadinya? Apa yang Putri mahu perkatakan kepada saya? Apa? Saya tidak mendengar dan kata-kata Putri memang kurang jelas. Maafkan saya Putri. Maafkan saya. Dan apakah Putri memangnya berkata-kata?

Putri telah datang dalam hidup saya. Kenapa Putri harus datang? Iya, memang Putri yang datang dalam hidup saya. Benarkah atau saya sekadar bermimpi? Saya tiba-tiba jadi sedih, pilu dan kemudian segera pula menangis. Saya menangis bukan kerana apa-apa, tapi pada saat-saat semacam ini tiba-tiba Putri datang dan memang ia selalu datang bila mana saya seringkali dalam kesusahan. Memang Putri terlalu baik. Iya, terlalu baik. Memangnya yang sekarang dekat saya adalah yang namanya Putri. Memang dan saya pasti sangat. Bukan bermimpi.

Putri benar-benar datang dan sedang menghadapi saya sekarang ini. Kononnya telah dikatakan sendiri yang Putri telah bermimpi minggu lalu yang saya sedang sakit tenat tanpa sesiapa di samping saya dan tanpa sesiapa yang memperdulikan saya dan memangnya sedemikian kenyataannya sebab saya sendiri memang tidak mahu memberitahukan kepada sesiapapun kala saya dihantar di tempat yang memang tidak saya sukai.

Wadoh, rupanya Tuhan telah membicarakan keadaan saya lewat mimpi kepada Putri. Tuhan memang terlalu baik kepada saya hingga saya sendiri masih bisa hidup sekalipun telah ditentukan yang saya seharusnya sudah mati pada November tahun lalu. Terima kasih duhai Tuhan!

Putri terus berkata-kata dan nyatanya tidak henti-henti membicarakan tentang mimpinya yang rupanya menjadi kenyataan. Saya terus saja menangis dan terus menangis. Bukan kerana sedih atau atas sebab saya terlantar di ranjang, tapi atas sebab terlalu terharu akan kebaikan yang diperlihatkan oleh teman-teman lain selain Putri dan Siah, apa lagi kala saya menghadapi keadaan semacam seperti sekarang ini.

Putri bertanya tentang kawan-kawan saya yang dulunya selalu bersama saya dan sekarang diberitahukan kepadanya asyik sangat menjauhkan diri dari saya, apa lagi kala kematian saya kian hampir dan semakin mendekat. Ah, saya tidak mahu menjawab pertanyaan itu sebab tidaklah penting sangat. Saya diam saja dan kerana mimpi yang ngeri itulah Putri segera datang mendekati saya dan sanggup pula meninggalkan kuliahnya sekadar mahu menjenguk saya yang entah bakal hidup atau bakal mati nantinya.

Iya, memang tak siapa yang tahu kapan saya kembali kepada-Nya dan memang secara kebetulan yang saya sedang melawan maut alias berhadapan dengan maut yang tentu saja akan hadir pada bila-bila masa saja atas perintah Yang Maha Berkuasa. Ah, bagaimana pula kalau memangnya saya segera menemui Dia?

“Kehadiran Putri sekarang ini cukup bermakna bagi saya dan sekarang saya amat takut sekali kalau saya nantinya mati akibat dioperasi. Saya takut dioperasi dan saya tidak mahu sama sekali” Kata saya dalam keadaan sedar dan sesekali tidak sedar. Apakah Putri mendengar kata-kata saya?

“Tenang-tenanglah saja.. Tidak usah takut kerana kan putri sudah berada di sisi” kata Putri selamba. Iya kata-kata Putri benar-benar memberikan semangat kepada saya untuk terus hidup dan memang saya berusaha untuk terus hidup dan menikmati makna/erti kehidupan ini bersama Putri seperti yang pernah dijanjikan sepuluh tahun yang dulu. Putri tentunya amat tahu segalanya. Putri ingatkah itu?

“Tidurlah” sambung Putri lagi sambil ia pegang tangan kiri saya. Terasakan pegangannya amat perlahan sekali yang tentu saja ditakutinya pegangan itu mengganggu tidur saya. Iya, saya amat merasakan pegangan itu. Memang jelas yang ada dekat saya ialah yang namanya Putri, bukan orang lain. Memangnya dia adalah Putri. Iya, alangkah bahagianya saya.

“Tidurlah?” pinta Putri lagi.

“Tidak usah saya disuruh tidur dan nyatanya saya tidak akan tidur. Saya takut sekali ketika nantinya saya tidur kelak saya didorong pula ke kamar operasi. Demi Tuhan dan ketahuilah Putri bahawa yang saya langsung tidak mahu dioperasi”Kata saya serius. Putri tidak menjawab, tapi terus saja melihat wajah saya. Yang pasti Putri amat merasa serba salah segala.

“Demi putri dan kawan-kawan yang masih sayangkan abang, lebih baik saja dioperasi dan saya yakin bakal tidak ada apa-apa, lagipun saya sudah minta izin pada Dr. Hilmi yang saya akan menunggu abang di dalam kamar nantinya, jadi abang tidak usah khuatir sangat” saya lihat Putri semacam menggeleng-gelengkan kepalanya yang lalu terdengarlah nasihat para doktor yang merawat saya sejak minggu lalu untuk maksud segera minta izin untuk melakukan operasi dan tidak lama kemudian/maksudnya sesudah itu saya tidak lagi mendengar apa-apa selain pasti bahawa kalaulah saya dioperasi, maka saya akan pasti mati. Iya akan pasti mati.

Saya memang menolak untuk dioperasi dan kerana itu kapan saja dimasukkan ke rumah sakit, saya akan segera mengharapkan sangat diizinkan untuk pulang segera kerana rumah sakit sebenarnya menjadikan saya semakin bertambah sakit. Rumah sakit bukan maksud mahu menyembuhkan saya dari sakit, tapi rumah sakit sebenarnya dirasakan semakin menambahkan saya bertambah sakit dan segera kambuh semula. Iya, itulah tolakan yang muktamad dan tolakan itu merupakan kemestian yang harus dipatuhi oleh semua orang.

Saya memang takut sangat dan terasakan kalau nantinya dioperasi saya bakal mati. Berulangkali saya rasakan keadaan yang bakal terjadi. Memang saya amat takut sangat. Saya berusaha memegang tangan putri erat-erat dan putri hanya mendiamkan diri sama seperti sepuluh tahun yang lalu kala pertemuan pertama yang tentunya Putri sendiri tahu.

Iya, cuba saja Putri ingat-ingatkan peristiwa itu seperti yang selalu saya perkatakan. Ah, saya lihat Putri agak malu yang menyebabkan tidak mahu berkata apa-apa kecuali menyatakan yang cerita itu terlalu syok untuk dikenang kembali, tapi saya lihat dalam matanya ada rasa sayu, ada sedih yang amat sangat dan tiba-tiba hening seketika. Kenapa Putri jadi sedemikian?

“Saya sayangkan kamu Putri sebab kamu terlalu baik sangat dan kerana itu saya tidak mahu dioperasi sebab kalau dioperasi tentunya saya akan mati dan bila saya mati, tentunya saya dan Putri bakal berpisah dan saya tidak mahu perpisahan antara kita terjadi lagi sebab perpisahan bermakna kematian” Putri terdiam, sedih, terharu dan tiba-tiba saya lihat putri menangis. Kenapa Putri menangis? tapi saya rasa Putri semacam sengaja mahu menyembunyikan rasa sedihnya dan sempat menyatakan bahawa katanya hidup ini terlalu sengkat untuk dimengerti. Iya, kata-kata itulah yang selalu dicatatkan dalam surat-surat Putri sebelum ini. Apa maksudnya?

Saya yang sejak tadi asyik memerhatikan Putri secara tiba-tiba ikut menangis/menangis bukan kerana apa, tapi kerana mereka yang ada di sekeliling saya terlalu baik sangat kepada saya. Kenapa mereka baik sangat kepada saya? Iya, kebaikan semacam inilah yang selalu menjadikan saya tidak tenang sebab selalu saja semacam berat membawa beban budi, tapi Tuhan selalu saya harapkan akan memberikan berjuta rahmat kepada mereka yang terus mengasihi saya.

“Saya tahu yang abang tidak tenang sekarang ini dan sebaiknya abang tidur saja tanpa memikirkan apa-apa yang menyebabkan sakit abang semakin bertambah dan percayalah saya tidak akan ke mana-mana, malah saya akan terus menjaga abang dan mempastikan yang abang kembali sihat seperti sepuluh tahu dulu” Kata-kata Putri semacam bermain-main di telinga saya. Iya, saya ingat sangat akan kata-katanya itu. Memangnya itulah suara Putri, bukan suara orang lain. Memang suara Putri. Amat pasti segala. Saya tidak salah lagi. Memang pasti sangat.

“Saya tidak mahu tidur Putri dan tidak akan tidur. Demi Tuhan, batalkan saja operasi itu. Rasanya esok adalah hari nahas saya. Kalau Putri memang mahu membunuh saya, maka lakukan saja operasi itu, tapi yakinlah bahawa kalau memang dilakukan jua, itu bermakna pertemuan kita akan berakhir di sini” Putri bingung. Benar-benar binggung. Amat binggung sekali dan saya memang terisak-isak menangis yang semacam anak-anak yang kehilangan sesuatu.

Saya merasakan ada tangan lain yang mengusap air mata saya dan saya kenal benar tangan itu. Iya saya kenal benar dan menurut Putri kakak saya yang baru saja tiba dari Sembulan sedang menghadapi saya bersama dua orang putera saya yang cukup baik kepada saya. Benarkah kedua-dua putera saya hadir sama? Ah, yang pasti saya tidak dapat melihat mereka kerana yang jelas yang saya lihat agak kabur sekali alias berkunang-kunang.

Iya, saya tahu tangan yang mengusap itu milik kakak saya dan yang menghampiri saya pula adalah jua adik kesayangan saya yang satu-satunya itu. Kenapa yang lain tidak hadir sama? Ke mana dia sekarang ini? Siapa dia yang saya maksudkan? Entahlah dan kenapa jadi demikian?. Tak apalah, saya sendiri tidak mahu menyusahkan orang lain, apa lagi untuk melihat saya yang terlantar di sini. Tak apalah Putri.

Tidak apalah kerana saya sendiri tidak memerlukan sangat kehadiran yang lainnya sebab saya sendiri lebih tidak suka didatangi oleh sesiapapun kala menghadapi saat sedemikian rupa dan kerana itulah tahun lalu ketika saya dimasukkan ke tempat sama telah saya pesan kepada Siah supaya tidak diberi tahukan kepada sesiapapun yang saya ditahan di tempat sama dan hampir 10 hari saya terlantar tanpa sesiapa dekat saya kecuali Siah yang memang terlalu baik terhadap saya. Terima kasih banyak Siah!

Iya, sekarang saya semakin lemah. Benar-benar lemah. Sakit terasakan di mana-mana. Menusuk, menikam dan menusuk luati. Darah semacam terhenti mengalir ke mana-mana. Jantung semakin guyah dan terasakan semacam enggan berdegup. Degupnya sesekali terasakan ter“stop” secara mendadak. Payah sangat untuk saya mencari nafas yang hilang. Iya, kenapa saya sedemikian jadinya? Apa yang telah terjadi dalam diri saya ini?

Saya rasakan dunia ini semacam menghilang. Saya rasa dunia semacam tidak mahu menerima kehadiran saya. Sakit semakin menikam. Iya, semakin menikam dan terus saja menikam. Bisanya tidak pernah saya rasakan sebelum ini dan saya benar-benar jadi lemah. Lemah yang tidak bermaya langsung. Benar-benar lemah. Lemah sangat hingga saya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mulut terasa berat untuk berkata-kata. Memang tersangat berat untuk berkata-kata. Maha berat segala.

Nafas saya semakin sukar sangat didapatkan. Semakin hilang. Iya, semakin hilang. Hilang entah ke mana. Sesekali ada dan sesekali tidak ada. Sesekali ada dan sesekali hilang terbang melayang. Sesekali datang dan sesekali menghilang dan akhirnya saya hilang ingatan dan ubat bius rupanya menjalar ke mana-mana. Menjalar ke otak saya, menjalar ke jantung saya, menjalar ke mata saya dan sesudah itu saya merasakan sangat bahawa saya sudah berada di pangkuan malaikat Izrail yang entah mahu ke mana saya dibawanya segala.

Selamat tinggal kakak, selamat tinggal duhai kedua-dua putera saya. Selamat tinggal Dr. Hilmi yang baik. Selamat tinggal Siah yang berbudi dan semuanya akan menjadi teman baik seumur hidup saya dan saya tidak akan lupa sebab saya bukanlah orangnya yang tidak mengenang budi langsung seperti orang lain.

Terima kasih segalanya dan rasanya kalian tidak usah ragu dan khuatir sangat bahawa saya akan terus memperjuangkan hidup saya seperti yang diinginkan oleh Putri dan kawan-kawan terdekat. Saya akan memohon terus kepada Tuhan supaya nyawa saya tidak usah diambil atau segera membatalkan untuk mencopot nyawa saya yang satu-satunya ini.

Saya sebenarnya mahu ke luar daerah. Jauh mengembara. Mengembara di daerah yang terakhir dikunjungi. Saya mahu pindah. Pindah ke suatu daerah yang nantinya semua orang bakal ke sana. Iya, saya mahu pindah ke mana saja/asal tidak di tempat sekarang ini.

Saya mahu berjalan ke mana-mana saja. Saya mahu menikmati udara yang dingin. Saya mahu merasakan tiupan angin senja yang lembut dan menyenangkan saya. Saya mahu menyusuri pinggir pantai sambil berjalan melihat matahari senja yang terbenam lewat di sebalik perbukitan dan sekaligus melihat cahaya kemerah-merahan yang selalu saja berlari di permukaan ombak kala senja tiba.

Kamu tahu Putri bahawa sebenarnya saya kepingin sangat mahu berpergian bersama kamu melihat pantai, melihat kerikil-kerikil tajam, melihat ombak yang bermain di gigian pantai dan menikmati angin senja dan kemudian memutuskan untuk tidak mengizinkan perpisahan ada dalam diari kehidupan kita yang sisa.

Waktu yang kita lewati telah memberikan kesan kepada diri kita. Iya, memang saya mahu pergi bersama Putri sebab Putri adalah sama seperti matahari yang terbit di ufuk timur kala pagi menjelma dan tentunya kehadiran Putri membawa sinar yang sama sekali berbeda dalam hidup saya yang terlalu banyak sia-sianya.

Ah, mana mungkin ini bisa terjadi kala kita berada dalam dunia yang berbeda. Maafkan saya Putri. Saya sesungguhnya tidak terdaya melawan takdir yang ditentukan. Takdir yang ditentukan oleh Yang Maha Berkuasa. Maafkan saya Putri. Iya, maafkan saya. Maafkan saya. Saya mohon sangat. Mohon. Saya memangnya tidak terdaya. Saya lemah dan terlalu lemah. Benar-benar Lemah. Amat lemah sekali. Iya lemah sekali. Di mana saya sekarang ini ? Di mana iya ? Entahlah !



< Back >